Terdengar alunan syahdu mazmur ketika aku menginjakan kaki di Pertapaan Trappist St Maria Rawaseneng, Temaggung. Kulirik arlojiku saat itu menunjukan pukul 14.45. Oh rupanya memang masih jam ibadat siang. Sesuai keterangan yang kubaca di internet, ibadat di Rawaseneng dilakukan 7 kali sehari, salah satunya pukul 14.30.
Aku pun menyapa seorang perempuan setengah baya yang duduk di depan kantor. Ia tersenyum padaku, hanya menatapku lekat-lekat, tanpa satu kata pun terucap. Aku pun tersenyum padanya. Dari pengamatanku, sepertinya ibu dengan tatapan teduh itu adalah seorang tunagrahita, dugaanku ini diperkuat dengan air liur yang menetes dari mulutnya.
Tak lama kemudian, sepasang suami istri paruh baya keluar dari kapel, Pak Hari dan Bu Wiwin. Dengan ramah, mereka menyapaku dan mengajakku menikmati snack sore, pelepas lelah perjalanan. “Puji Tuhan” pikirku, karena pas sekali dengankondisi perut yang setengah keroncongan dan tenggorokan yang kering. Pak Hari dan Bu Wiwin adalah tamu rutin pertapaan, mereka berasal dari Magelang dan sering meluangkan waktu untuk mencari kesegaran rohani di Rawasenang.
Aku pun diperkenalkan dengan Frater Amandeus, Frater Blasius dan Frater Paulus, tiga frater yang paling sering berinteraksi dengan para tamu. Frater Amandeus bertugas di bagian kamar tamu, frater blasius mengurusi stock barang pertapaan, sedangkan Frater Paulus penjaga kantin rohani di Pertapaan Rawaseneng. Selain ketiga frater tersebut, aku jarang melihat frater lainnya, kecuali pada saat ibadah (memang sebagian besar membatasi diri dengankehidupan luar).
Terkadang beberapa frater terlihat di lingkungan biara ketika sedang bekerja, ada pula yang terlihat saat mereka pulang dari perkebunan kopi, peternakan atau di rumah roti (Rawaseneng memproduksi roti sebagai salah satu sumber penghasilan). Namun kehidupan Trappist memang menitikberatkan pada kerja dan doa, sehingga membatasi bicara. Bahkan para tamu pun diminta sangat menjaga keheningan dan ketenangan, menitikberatkan hidup pada kerja dan doa, memfokuskan pikiran pada pencipta dan menginternalisasi kasih dalam setiap laku.
Bagi yang berniat melakukan refleksi diri, Rawaseneng adalah tempat yang tepat. Selain kesunyian dan kesederhanaannya, Rawaseneng juga menyediakan fasilitas yang cukup baik, misalnya kamar tamu yang apik dan rapi (setiap kamar berisi 2-3 tempat tidur), disediakan air panas untuk para tamu yang tidak kuat mandi air dingin (yes, it’s so cold, feel frizzing in early morning).
Pertapaan menyediakan makan 3x sehari dengan snack juga 3x sehari. Semua itu diperoleh hanya dengan Rp50.000 sehari. Menurut frater Amandeus, uang kamar tamu hanyalah berupa sumbangan, tidak dimaksudkan untuk komersil dan bukanlah sumber penghasilan pertapaan. Para rahib sendiri menghidupi diri dan kegiatan mereka dari hasil perkebunan dan peternakan sapi. Lewat karya ini, pertapaan Rawaseneng juga membuka banyak lapangan pekerjaan pada masyarakat sekitar. Termasuk mempekerjakan masyarakat penderita cacat tubuh atau cacat mental, sehingga mereka tetap bisa berkarya dan menghidupi dirinya (ternyata ibu yang kujumpai saat tiba adalah salah satu petugas kebersihan di pertapaan)
Di belakang kawasan kapel dan penginapan, terdapat peternakan sapi yang jumlahnya ratusan. Sempat saya berbincang dengan pak Slamet, salah satu pekerja peternakan yang bekerja di sana sejak tahun 1980. Pak Slamet pernah mencoba mencari pekerjaan lain di Sumatera, sebagi buruh perkebunan sawit, tapi akhirnya memutuskan kembali. “Sama saja mbak, sana dapt banyak, keluar banyak juga. Di sini lebih tenang dan dekat keluarga” cetusnya.
Agak norak memang, tapi tak dapat dipungkiri aku senang sekali melihat sapi. Sapi yang selama ini kulihat adalah sapi yang berwarna coklat, tapi kali ini sapinya berwarna hitam putih, mirip di tipi-tipi :D. Kupandangi deretan sapi itu dengan papan-papan nama yang tergantung atas mereka. Mulai dari Sarini, melati, Lanny, Ambar, sampai Martha (ini namaku). Menurut keterangan Pak Slamet dulu Rawaseneng juga memelihara babi, tapi akhirnya tak diteruskan karena harga pakan yang semakin melonjak.
Bagi yang mencari tempat tenang, Rawaseneng bisa menjadi pilihan. Para tamu diminta sebisa mungkin mengikuti jadwal ibadah para rahib yang dilakukan 7 kali per hari. Walau sangat malas membangunkan diri di tengah sejuknya udara jam 3 subuh, tetapi melantunkan mazmur dan bermeditasi di pagi hari sangat membantu kita dalam memfokuskan pikiran. Sedikit demi sedikit, berbagai keruwetan mulai melonggar, segala sesak dan beban terasa lebih ringan, dan pikiran menjadi lebih jernih. Setidaknya hal itulah yang kualami, mungkin juga karena lantunan mazmur itu membantuku lebih berpasrah dan legowo. Membawaku pada ranah yang sangat dekat dengan Empunya hidup. Sehingga rasanya hanya “kyrie Eleison” yang bisa terucap.
Tips perjalanan:
Bila dari Jakarta, dapat menempuh Rawaseneng dengan naik bus OBL (Safari Dharma Sakti) dari terminal Rawamangun, Pulogadung atau Lebak Bulus. Saat sampai di Temanggung, bisa menghubungi supir OBL bernama Pak Yadi (085292155128), lalu minta diantar ke Rawaseneng.
Jangan lupa membawa jaket. Saat siang dan sore hari, Rawaseneng menjadi wadah curahan sinar matahari, tetapi saat malam dan subuh, semilir angin menusuk kulit dan menggodaku menyelipkan telapak tangan di ketiak (biar anget :D). Jangan lupa bawa lipgloss atau pelembab sejenis. Pengalamanku kemarin, menyisakan bibir yang kering dan pecah-pecah karena perubahan suhu yang drastic.
Bila ke sana, jangan lupa mencoba roti keju buatan Trappis Rawaseneng. Roti seharga dua ribu rupiah itu, sangat enak. Apalagi bila dinikmati saat baru matang, hm… wangi,lembut dan kejunya terasa sekali. Roti dan kopi susu adalah kemewahan bagiku, semuanya diproduksi dari hasil perkebunan dan peternakan Trappist.
Untuk pengalaman lainnya, silakan dicoba sendiri.
Atau mau pergi bareng-bareng ke sana? Yuk marii..
4 comments:
Hii Ika, gue Jonner Ricardo, berencana untuk mengunjungi Rawa Seneng minggu depan.
Apa saja yg harus disiapkan ? Apakah ada yg mencucikan baju ? Lalu, kegiatan dari pagi - malam apa saja ya ?
Tolong infonya ya, bisa tolong reply ke email saya Jonner_ricardo@yahoo.co.uk
Thanks ya atas infonya.
Hai ika, saya sedang mencari tempat utk menyepi . Nampaknya Rawaseneng tempat yg saya cari. Barangkali mau pergi bareng saya . Mohon infonya jg dan reply ke email saya elly_widia27@yahoo.com
Tks
Elly
hai mbak ika. thanks informasinya. mudah2an saya bisa kesana.
Holla, maaf sempat vakum lama...
syukurlah kalau reviewnya bermanfaat, monggo yang mau menyepi di Rawaseneng.
Kebetulan aku punya tempat retreat baru, nanti ya aku tulis reviewnya.
Post a Comment