Karena satu dan lain hal, aku berpindah tempat tinggal di kampung siboru. Saat ini aku menempati rumah dinas guru yang terletak tepat di sebelah sekolah.
Di rumah baru aku tinggal bersama 2 orang muridku, satu bernama Enjel (kelas 6 SD) dan Dika (kelas 5 SD). Aku menikmati kehidupan baruku bersama dua orang anak asuhku ini, terlebih menikmati peran baru yang kumiliki. Kami bertiga seperti keluarga kecil yang penuh dinamika di dalamnya.
Hal yang paling menarik di dalamnya adalah menikmati peran ibu dan guru sekaligus. Aku senang mengamati dan memberikan perhatian dalam perkembangan mereka. Misalnya tadi malam, aku tertawa geli menyaksikan Enjel dan Dika yang setengah sadar bertengkar memperebutkan bantal kepala.
Enjel : *tiba-tiba menarik bantal kepala* Beta buat bantal ini dulu!!
Dika : *terbangun kaget, setengah sadar terduduk , menunggu enjel mengembalikan bantal*
Alih-alih mengembalikan bantal, Enjel yang setengah sadar malah memeluk bantal itu sendiri, sementara Dika masih duduk terbengong setengah sadar. Lalu dengan tidak sabar Dika kembali merebut bantal itu dan meletakannya di kepala. Akhirnya Enjel terbangun dan marah –marah, entah apa yang diucapkannya, hanya berupa gumaman layaknya orang mengigau. Namun, setelah marah-marah Enjel kembali tidur sambil memeluk Dika.
Menyaksikan itu aku hanya tertawa geli. Aku menikmati setiap momen bersama mereka, saat kami memasak bersama, berolahraga sore bersama, saat mengepang rambut mereka, mendampingi belajar, membacakan cerita, melerai pertengkaran di antaranya, cabut rumput berjamaah, cuci pakaian bersama , berpetualang mencari sinyal, sampai dengan mengontrol kegiatan mereka di gereja. unik rasanya tiba-tiba memiliki naik pangkat jadi iburumah tangga dan 2 anak perempuan, untungnya anakku langsung besar dan sudah bisa diandalkan .
Selain itu, semenjak pindah rumah, masyarakat memberikan perhatian lebih pada kami. Setiap harinya selalu ada yang membawakan ikan, sayur, keladi atau buah-buahan untuk kami.
Hari pertama pak Samori membawakan ikan hasil tangkapannya untuk kami, hari kedua gresela membawa bebrapa ikat daun genemong (melinjo) dari kebunnya, di hari ketiga ada kiriman sayur tagas-tagas dan jambu air dari mama lapangan (tetanggaku yang tinggal di sebrang lapangan), hari keempat Markus dan Timo membawakan tali petatas dan daun kasbi (singkong), hari kelima mama ambon memberikan kami sesisir pisang masak yang manis dan legit, dan hari ini Uli membawa ikan goreng yang didapatnya dari bagam (rumah perahu tempat menangkap ikan). Bahkan besok, Yafet (murid kelas 3) berjanji akan membawa keladi hasil kebunnya untuk kami.
Walaupun begitu begitu setiap hal ada positif dan negatifnya, jika di rumah terdahulu terletak di atas bukit, dimana aku bisa menikmati indahnya laut lepas setiap saat dan keberadaan sinyal di atas pintu. Kini aku tak lagi bisa menikmati kedua hal itu. Untuk mendapatkan sinyal kami harus berjalan sekitar 500 m ke arah bukit. Namun keistimewaan yang kudapatkan kini adalah memiliki ruang kerja, sehingga aku bisa mengerjakan tugas-tugasku secara lebih baik dan focus. Di kamar kecil berukuran 2 x 3 m itu aku banyak menghabiskan waktu malamku untuk membuat lembar kerja murid, membuat ringkasan materi, mengerjakan administrasi sekolah, desa dan gereja, menulis blog dan laporan atau sekedar corat-coret menggalau menikmati heningnya malam.
Aku sangat bersyukur bahwa semakin hari merasakan semakin besar cinta dan perhatian masyarakat di sini. Sekali lagi aku banyak belajar dari peristiwa pindah rumah, baik bagaimana menjadi ibu yang baik, juru masak yang baik (bukan hanya memasak yang enak, tetapi management persediaan sayur di rumah), bendahara yang baik, dan bagaimana mengatur waktu (time management) antara rumah, sekolah, gereja dan desa.
Aku pun semakin mencintai kampungku, mencintai setiap anak-anakku di sekolah. Semoga di sisa waktu tugasku ini, aku dapat memberikan yang terbaik, yang paling maksimal yang dapat kulakukan.